Bukan tak bisa ditindak, tapi tidak mau. Oleh: Rizal Bakri Nasution


"Bukan tak bisa ditindak, tapi tidak mau."

Oleh: Rizal Bakri Nasution

Opini, kawalbangsa.com -----
Tambang ilegal di Pasaman Barat bukan sekadar masalah lingkungan, ini adalah cermin betapa rusaknya sistem pengawasan dan integritas aparat penegak hukum kita. Bertahun-tahun isu ini muncul, hilang, mencuat lagi, tenggelam lagi. Seperti sinetron tanpa akhir, tapi aktornya tetap: para penambang, para  aparat dan para pemilik suara yang kini memilih diam.

Pertanyaannya sederhana:
Kenapa tak pernah tuntas?

Apakah terlalu sulit membongkar jaringan tambang ilegal yang beroperasi terang-terangan? Atau justru memang tidak mau dibongkar? Di negeri ini, kalau aparat serius, maling ayam saja bisa ditangkap dalam sehari. Tapi tambang yang mencemari sungai, merusak hutan dan mengancam nyawa rakyat? Tiba-tiba semua lembaga jadi tuli, bisu dan pura-pura sibuk.

Jangan katakan negara tidak punya alat. Polisi ada, TNI ada, intelijen lengkap. Kalau semua alat itu lumpuh menghadapi tambang, maka hanya ada dua kemungkinan:
Negaranya terlalu lemah atau aparatnya terlalu nyaman bermain dalam kubangan emas.

Lalu, kita lihat fenomena baru yang menjijikkan:
Mereka yang dulu berteriak keras soal tambang kini membisu. Para aktivis, tokoh masyarakat, bahkan oknum anggota dewan yang dulu garang di podium, sekarang seperti kucing kenyang. Bisu seribu bahasa. Kenapa? Apakah idealisme mereka sudah dihargai dengan amplop? Apakah suara-suara mereka kini telah berubah jadi nota dinas kerja sama?

Kecurigaan ini bukan tanpa dasar. Ketika tambang tetap beroperasi dan semua pihak pura-pura tidak tahu, maka rakyat wajar bertanya:
Siapa sebenarnya mafia tambang di Pasaman Barat?
Siapa yang melindungi mereka?
Dan siapa yang dibayar untuk menutup mata?

Jangan lagi menyalahkan rakyat jika mereka mulai sinis terhadap hukum. Karena di depan mata mereka, hukum telah dipreteli oleh tangan-tangan kotor yang seharusnya menegakkan keadilan.

Jika tambang ilegal masih beroperasi dan aparat tetap diam, maka sejatinya kita sedang hidup dalam ilusi negara. Sebuah wilayah bernama Pasaman Barat, di mana hukum hanya berlaku untuk rakyat kecil dan kebal hukum adalah hak istimewa bagi yang punya uang dan kuasa.

Dan yang lebih tragis: rakyat mulai muak, tapi belum cukup berani.
Sampai kapan? []

Post a Comment

0 Comments