Batang Natal, kawalbangsa.com ----
Pungli Rp 40 Juta, Nepotisme Terang-terangan dan Dana Desa yang Diduga Disalahgunakan: Warga Desak LHP Sementara di Desa Simpang Koje
“Menunggu Bendahara dan Operator diperiksa bukan alasan menunda tindakan. Fakta pungli sudah nyata!”
Itulah desakan masyarakat Desa Simpang Koje, yang terus menyoroti dugaan pungutan liar, nepotisme dan ketidaktransparanan pengelolaan Dana Desa 2023-2024. Pemeriksaan Inspektorat yang berlangsung sejak Oktober hampir rampung, namun Bendahara desa hendak melahirkan dan Operator sedang berduka sehingga tahapan pemeriksaan terhadap keduanya belum dilakukan. Sementara itu, Kepala Desa dan sebagian aparatur desa sudah dimintai keterangan.
Aktivis Lingga Bayu, Rizal Bakri Nasution, menyerahkan Surat Pernyataan warga yang mengaku menjadi korban pungli. Berdasarkan dokumen tersebut, beberapa masyarakat membayar antara Rp 25 juta hingga Rp 40 juta untuk mengurus surat tanah, jual beli, hibah, dan administrasi lain yang menurut mereka di luar ketentuan resmi. Fakta ini menjadi bukti kuat bahwa pungutan liar terjadi, dan menunggu LHP final tidak akan mengubah kenyataan ini.
Selain pungli, masyarakat menyoroti dugaan penyalahgunaan Dana Desa 2023-2024, di mana laporan keuangan desa terlihat berbeda jauh dengan kondisi nyata di lapangan banyak item diduga fiktif atau mark up. Praktik nepotisme juga terlihat jelas, adik Kepala Desa menjabat sebagai Bendahara, sedangkan mertuanya menjadi Kepala Dusun. Masyarakat menilai hal ini sebagai indikasi penggunaan kekuasaan yang tidak transparan dan berpotensi merugikan warga.
Beberapa warga bahkan diintimidasi agar membuat surat pernyataan “tidak keberatan” dan menyatakan pungli tidak terjadi. Praktik ini menjadi alarm serius tentang intervensi kekuasaan dan ketidakadilan yang dirasakan masyarakat. Aktivis Lingga Bayu menekankan bahwa dokumen dan pengakuan warga sudah cukup untuk dijadikan LHP sementara, sehingga Inspektorat dapat memberikan rekomendasi tindakan tanpa menunggu pemeriksaan Bendahara dan Operator yang bisa memakan waktu lama.
Masyarakat menuntut agar LHP sementara segera diserahkan kepada Bupati agar tindakan tegas bisa dilakukan. Aktivis Lingga Bayu menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga ada keputusan resmi, termasuk kemungkinan penonaktifan Kepala Desa yang masih berkuasa. Kasus ini menjadi pengingat bahwa transparansi, akuntabilitas, dan penegakan aturan di tingkat desa harus ditegakkan, agar praktik pungli, nepotisme, dan dugaan penyalahgunaan dana tidak berlarut-larut. []
By, Bkr