Simpang Koje : Ketika Warga Menggiring Sawit dan Menegakkan Hukum Antara Panen, Legalitas dan Keberanian Masyarakat


Simpang Koje: Ketika Warga
Menggiring Sawit dan Menegakkan Hukum
Antara Panen, Legalitas dan Keberanian Masyarakat

SIMPANG KOJE, Batang Natal, kawalbangsa.com ----
– Desa Simpang Koje, Kecamatan Lingga Bayu, tidak lagi sunyi seperti biasanya. Dari kejauhan terdengar deru mesin dump truk yang membawa 5 ton Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit. Tapi ini bukan sekadar panen biasa. Setiap butir sawit yang digiring ke Kantor Polsek Lingga Bayu adalah simbol keberanian warga, yang menolak diam di tengah ketidakjelasan hukum.

Lahan Hutan Produksi Terbatas (HPT) eks PT. PSU seluas 816 hektare itu selama ini dikelola oleh oknum tertentu yang diduga tidak memiliki izin resmi. Panen yang terus berlangsung menimbulkan pertanyaan serius: siapakah yang sebenarnya berhak, dan apakah semua prosedur hukum dijalankan? Warga memutuskan bertindak. Dengan langkah pasti, mereka menggiring hasil panen sebagai bentuk pengawasan langsung dan peringatan tegas.


Kapolsek Lingga Bayu, AKP Parsaulian Ritonga, membenarkan pengamanan TBS. “Dump truk bermuatan sawit sekitar 5 ton kini berada di bawah pengawasan Polsek. Kasus ini akan diteruskan ke Polres Mandailing Natal untuk penyelidikan lebih lanjut,” ujarnya. Ia mengimbau warga untuk tetap menjaga ketertiban dan tidak melakukan aktivitas di area yang masih dalam status hukum maupun administrasi.

Di lokasi, warga menantang Amiruddin Tanjung, penanggung jawab panen, untuk menunjukkan dasar legal pengelolaan lahan. Menurut warga, aktivitas itu berlangsung tanpa izin resmi, meski plang larangan dan pengawasan pernah dipasang oleh Dan Forkopimcam Lingga Bayu dan Mandailing Natal. Amiruddin menanggapi dengan tegas: siap dilaporkan ke pihak hukum, dan ia mengaku tidak bersalah.

Namun, bagi warga, ini bukan sekadar persoalan hukum formal. Setiap TBS yang digiring adalah pernyataan keberanian, kebenaran, dan prinsip. Langkah mereka menunjukkan bahwa masyarakat mampu menegakkan transparansi dan kepatuhan hukum secara damai, sekaligus mengirim pesan: aktivitas pengelolaan lahan yang mengabaikan aturan tidak akan ditoleransi.

Di antara deru mesin dan langkah warga yang tegap, tersimpan pesan yang lebih besar daripada sawit. Ini adalah kisah tentang keberanian masyarakat menghadapi ketidakpastian, tentang integritas yang menolak kompromi, dan tentang suara rakyat yang menuntut keadilan. Sebuah pengingat bahwa hukum bukan hanya tertulis di buku, tapi juga hidup dalam tindakan mereka yang berani menegakkannya. []

By Rizal Bakri Nasution

Post a Comment

Previous Post Next Post